Konsep Job Safety Analysis (Analisis Bahaya Pekerjaan)
Menurut OSHA 3071 revisi tahun 2002, JSA adalah Sebuah analisis bahaya pekerjaan adalah teknik yang berfokus pada tugas pekerjaan sebagai cara untuk mengidentifikasi bahaya sebelum terjadi sebuah incident atau kecelakaan kerja. Berfokus pada hubungan antara pekerja, tugas, alat, dan lingkungan kerja. Idealnya, setelah dilakukan identifikasi bahaya yang tidak terkendali, tentunya akan diambil tindakan atau langkah-langkah untuk menghilangkan atau mengurangi mereka ke tingkat risiko yang dapat diterima pekerja.
Menurut James E Roughton dalam Job Hazard Analysis A Guide for Voluntary Compliance and Beyond From Hazard to Risk: Transforming the JSA from a Tool to a Process, Analisis bahaya kerja (onsite JSA) adalah alat yang penting penting dalam manajemen keselamatan. Digunakan secara konsisten dan benar, itu akan meningkatkan kemampuan pekerja untuk membangun sebuah persediaan atau portofolio bahaya dan risiko yang terkait dengan berbagai pekerjaan, langkah kerja dan tugas rinci dilakukan oleh karyawan yang terlibat dalam pekerjaan yang akan dilakukan.
Profesionalitas dan keterampilan akan meningkat ketika pekerja mulai menggunakan onsite JSA untuk menentukan keterkaitan antara langkah-langkah kerja dan tugas dan dinamika organisasi. Tentu saja akan meningkatkan keselamatan dan keahlian yang akan mempengaruhi peningkatan efektivitas pekerja dalam melaksanakan program-program kesehatan dan keselamatan kerja dalam menghadapi perubahan organisasi secara terus-menerus. Onsite JSA menyediakan metodologi dasar dan struktur yang diperlukan untuk mengenali bahaya dan unsur-unsur pilihan pribadi yang berkaitan dengan setiap pekerjaan.
Ahli K3 Umum dapat memperkenalkan proses onsite JSA yang akan sangat meningkatkan evaluasi organisasi dari bahaya dan risiko yang terkait, dan harus menjadi bagian fundamental penting dari setiap proses keselamatan.
Analisa keselamatan kerja (job safety analysis) adalah kegiatan pemeriksaan sistematis pekerjaan, yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya, menilai tingkat risiko, dan mengevaluasi langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengendalikan risiko. JSA berbeda inspeksi tempat kerja atau proses audit. Inspeksi tempat kerja adalah pemeriksaan sistematis kondisi dan praktek kerja di tempat kerja untuk menentukan kesesuaiannya dengan prosedur perusahaan dan peraturan K3 yang telah ditentukan. Audit adalah proses pemeriksaan sistematis dari sistem manajemen keselamatan untuk menentukan apakah aktivitas kerja dan hasil kerja sesuai dengan kebijakan perusahaan yang telah direncanakan dan program yang ditetapkan. Selain itu, audit mengevaluasi apakah program ini efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam kebijakan (CCOHS, 2001).
Pelaksanaan JSA harus dilakukan secara proaktif dimana fokus pelaksanaan JSA mengacu pada pemeriksaaan pekerjaan dan bukan pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut. JSA dapat digunakan sebagai respon terhadap peningkatan cedera atau sakit, akan tetapi proses identifikasi bahaya dan penetapan tindakan pencegahan yang diperlukan harus dilakukan melalui proses perencanaan dan pengorganisasian tahap pekerjaan (CCOHS, 2001).
Analisis keselamatan kerja merupakan elemen penting dari sebuah sistem manajemen risiko. Kegiatan ini melibatkan proses menganalisis setiap tugas dasar pekerjaan untuk mengidentifikasi potensi bahaya kemudian menentukan cara paling aman untuk melakukan pekerjaan. Prosedur JSA kadangkadang disebut juga sebagai analisis bahaya kerja (job hazard analysis) (CCOHS, 2001).
Pekerja yang telah memiliki pengalaman dan supervisor dapat melakukan JSA dengan menganalisis pekerjaan melalui diskusi dan observasi. Pendekatan ini memiliki dua keuntungan yang berbeda. Pertama, melibatkan lebih banyak orang memberikan keuntungan sebagai dasar yang lebih luas dari pengalaman. Kedua, partisipasi banyak pihak akan meningkatkan penerimaan lebih cepat terhadap prosedur kerja yang dihasilkan (CCOHS, 2001).
Penanggungjawab K3 dan manajemen perusahaan memiliki peran penting dalam pelaksanaan JSA dan memiliki kewajiban hukum untuk berpartisipasi dalam proses JSA. Penanggungjawab K3 dan manajemen perusahaan juga harus menyediakan pengalaman kerja yang berkaitan dengan evaluasi risiko dan kelayakan pengendalian yang tepat (CCOHS, 2001).
Beberapa orang lebih memilih untuk memperluas analisis ke dalam semua aspek pekerjaan dan bukan hanya mengenai keselamatan. Pendekatan ini dikenal sebagai analisis pekerjaan atau analisis tugaskeseluruhan (total job analysis). Total job analysis didasarkan pada konsep bahwa keselamatan merupakan bagian integral dari setiap kinerja dan bukan entitas yang terpisah (CCOHS, 2001).
Dougherty (1999) menyatakan bahwa JSA (Job Hazard Analysis) merupakan teknik analisis dengan empat tahap sederhana yang digunakan untuk mengidentifikasi hazard yang berhubungan dengan aktivitas pekerjaan seseorang dan untuk mengembangkan pengendalian terbaik untuk mengurangi resiko. Selain itu, menurut Friend and Kohn (2007), JSA juga merupakan teknik analisis yangdapat meningkatkan keseluruhan kinerja perusahaan dengan mengidentifikasi dan memperbaiki kejadian yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan kecelakaan, penyakit, cedera, dan mengurangi kualitas dan produksi.
Menurut Friend and Kohn (2007), JSA bermanfaat untuk mengidentifikasi dan menganalisa bahaya dalam suatu pekerjaan sehingga bahaya pada setiap jenis pekerjaan dapat dicegah dengan tepat dan efektif. Selain itu, JSA juga dapat membantu pekerja memahami pekerjaan mereka lebih baik khususnya memahami potensi bahaya yang ada dan dapat terlibat langsung mengembangkan prosedur pencegahaan kecelakaan. Hal ini menyebabkan pekerja dapat berpikir tentang keselamatan terkait pekerjaan mereka.
Tujuan Job Safety Analysis (JSA)
- Penelaahan risiko pada task-task yang ada pada suatu pekerjaan. Memikirkan cara yang paling safe untuk itu.
- Pelaku JSA harus menyelediki segala jenis hazard yang terdapat pada masing-masing task.
- Memikirkan cara untuk mencegah terjadinya cidera, atau kecelakaan.
- Membantu pembuatan Prosedur Kerja yang safe (SOP).
Tiga Metode Dasar Untuk Melakukan JSA (Friend and Kohn, 2017)
- Metode observasi langsung. Metode ini menggunakan wawancara observasi untuk menentukan langkah-langkah kerja dan bahaya yang dihadapi.
- Metode diskusi. Metode ini biasanya digunakan untuk pekerjaan atau aktivitas yang jarang dilakukan. Metode ini melibatkan pekerja-pekerja yang telah selesai bekerja dan membiarkan mereka bertukar pikiran terkait langkah-langkah pekerjaan dan potensi bahaya yang ada.
- Metode recall dan cek. Metode ini biasanya digunakan ketika proses sedang berlangsung dan pekerja tidak bisa bersama-sama. Semua orang yang berpartisipasi dalam proses ini menuliskan ide-ide tentang langkahlangkah dan potensi bahaya yang ada di pekerjaan.
Tahapan Pelaksanaan Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis)
Terdapat lima tahapan utama dalam pelaksanaan job safety analysis (JSA), yaitu (CCOHS, 2001):
1. Pemilihan pekerjaan yang akan dianalisis
Secara ideal, JSA harus dilakukan pada semua kegiatan kerja, namun terdapat kendala pelaksanaan terkait ketersediaan waktu dan sumber daya. Selain itu JSA juga membutuhkan revisi pada setiap perubahan yang terjadi baik terkait peralatan, bahan baku, proses, atau lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan upaya penentuan prioritas terhadap pemilihan pekerjaan yang perlu dilakukan JSA. Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan prioritas antara lain:
Angka kecelakaan dan cedera yang diakibatkan oleh pekerjaan.
Absensi: yaitu pemilihan pekerjaan di mana karyawan mengambil hari sakit lebih sering atau bentuk absen lainnya.
- Tanda dan gejala terhadap pajanan bahaya, hal ini melihat bagaimana sifat pekerjaan dapat menimbulkan paparan bahaya atau tidak.
- Potensi terjadinya cedera parah atau penyakit: hal ini dilakukan dengan melihat keparahan konsekuensi atau akibat yang dapat ditimbulkan kecelakaan, kondisi berbahaya, atau pajanan zat berbahaya dengan potensi yang tinggi.
- Perubahan/modifikasi pekerjaan: bahaya baru mungkin berhubungan dengan perubahan dalam prosedur kerja/proses.
- Pekerjaan Jarang dilakukan: karyawan mungkin menghadapi risiko lebih besar ketika melakukan pekerjaan non-rutin.
- Pekerjaan dengan gangguan kerja yang terjadi sering karena kesulitan teknis.
- Pekerjaan yang mengakibatkan kerugian limbah dan produksi yang berlebihan.
- Pekerjaan di mana karyawan dituntut untuk bekerja sendirian di tempat kerja terisolasi.
- Pekerjaan dengan potensi kekerasan di tempat kerja
2. Pembagian kerja berdasarkan proses yang berurutan
Penyelesaian setiap tugas operasional dalam urutan yang tepat akan mengarah ke penyelesaian pekerjaan. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga tugas dalam urutan yang benar. Tugas yang terdapat diluar urutan pekerjaan dapat menimbulkan peluang adanya bahaya yang tidak teridentifikasi. Ketika melakukan JSA, setiap tugas dicatat dalam urutan yang tepat. Catatan harus dibuat dari apa yang harus dilakukan, bukan bagaimana hal itu dilakukan (CCHOS, 2001).
Membagi sebuah pekerjaan menjadi beberapa tugas membutuhkan pengetahuan yang benar mengenai pekerjaan tersebut. Jika tugas dibuat secara terlalu umum, operasi spesifik dan bahaya terkait dapat terlewatkan. Di lain hal, terlalu banyak tugas juga dapat membuat JSA tidak terlaksana dengan praktis. Aturan yang baik biasanya menyebutkan bahwa pada umumnya sebuah pekerjaan dapat di deskripsikan dalam kurang dari sepuluh tugas. Jika terdapat langkah kerja tambahan yang dibutuhkan, maka sebaiknya pekerjaan tersebut dipecah menjadi dua segmen yang memiliki JSA masing-masing secara terpisah.
- Rangkuman yang mendeskripsikan pekerjaan dan tujuan dari pekerjaan.
- Pendahuluan dari tinjauan ulang pekerjaan (didapatkan melalui observasi lapangan yang dilakukan oleh pemimpin tim)
- Membuat daftar dari pelatihan yang diperlukan untuk berada dilokasi kerja, mengoperasikan alat atau mesin, untuk bekerja di ketinggian, dll.
- Membuat daftar dari rekomendasi APD yang diperlukan untuk menghadapi risiko bahaya ketika melakukan pekerjaan di lokasi tertentu.
- Selain itu, sebelum analisis dilakukan, kumpulkan informasi yang penting melalui (Rousand, 2005):
Selain itu informasi lainnya yang dibutuhkan ketika membuat deskripsi dari pekerjaan adalah sbb. (Rausand, 2005):
- Wawancara pekerja
- Prosedur tertulis
- Panduan kerja
- Pengamatan dan pelaksanaan tahap-tahap kerja
- Tinjauan ulang laporan kecelakaan yang pernah terjadi.
- Mengidentifikasi potensi bahaya.
- Ketika melakukan identifikasi bahaya, tim JSA harus mencari tahu informasi mengenai bahaya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Apa kesalahan yang dapat terjadi?
- Apa akibat yang muncul akibat kesalahan tersebut?
- Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
- Apakah terdapat kemungkinan adanya factor kontribusia lainnya?
- Seberapa sering peluang bahaya tersebut akan muncul?
- Apakah upaya keselamatan yang dibutuhkan? Apakah sudah ada bentuk upaya keselamatan di lokasi kerja tersebut?
3. Menentukan tindakan perbaikan
Langkah keempat dalam JSA adalah menentukan cara untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang telah diidentifikasi. Terdapat dua pendekatan untuk melakukan hal ini:
- Strategi pengendalian bahaya
- Eliminasi: Jika memungkinkan, hilangkan bahaya yang ada
- Subtitusi: ganti bahan, proses, maupun alat menjadi yang kurang berbahaya.
- Minimalisasi risiko yang terjadi akibat bahaya melaui design tempat kerja (engineering control) atau peraturan kerja (administrative control).
- Buat rencana kejadian darurat di tempat kerja.
- Lakukan pengukuran untuk mengurangi kerusakan akibat kecelakaan atau kejadian darurat.
- Pendekatan energy-barrier.
- Pada sumbernya.
- Pada jalur pajanan.
- Pada pekerja.
Tujuan dari kedua pendekatan ini sama yaitu pencegahan cedera, penyakit, dan kerugian lainnya. Langkah-langkah pencegahan tergantung pada temuan JSA.
4. Mengkomunikasikan informasi pada yang lain
Setelah langkah-langkah pencegahan yang dipilih, selanjutnya hasil harus dikomunikasikan kepada semua karyawan yang sedang atau akan melakukan pekerjaan itu. Format yang digunakan dalam lembaran JSA bukan format yang ideal untuk tujuan intruktional. Akan tetapi akan lebih baik apabila hasil dari JSA digunakan untuk mengambangkan prosedur kerja secara naratif. JSA yang lengkap berfungsi sdebagai sebuah alat untuk memastikan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.
Secara khusus, JSA berfungsi untuk:
- Kesesuaian dengan peraturan K3 perusahaan
Pengusaha perlu menginformasikan kepada pekerja mengenai potensi bahaya di tempat kerja dan praktek kerja yang aman untuk mencegah bahaya tersebut. JSA berfungsi sebagai sumber informasi yang sangat baik. - Pelatihan pekerja
Pengawas (supervisor) bisa menggunakan JSA untuk memberikan pelatihan kerja yang spesifik. Hal ini akan memastikan bahwa pekerja mempelajari cara yang selamat untuk mengerjakan setiap tugas dan potensi bahaya yang terdapat didalamnya tidak akan mengikuti prosedur yang benar. Pekerja harus menampilkan sebuah duplikat dari JSA didekat tempat kerja mereka sebagai referensi cepat. Untuk pekerjaan yang tidak rutin, JSA harus dilihat sebagai pengingat cepat dari potensi bahaya, praktek kerja yang selamat dan alat pelindung diri yang dibutuhkan. - Inspeksi di tempat kerja
JSA bisa digunakan bersamaan dengan checklist inspeksi untuk memastikan bahwa praktek kerja yang direkomendasikan diikuti. - Pengamatan keselamatan
Pekerja bisa menggunakan JSA sebagai alat untuk mengamati praktek kerja sesama dan memberikan umpan balik positif untuk meningkatkan praktek kerja yang aman, yang akhirnya akan membangun sebuah budaya keselamatan. - Investigasi Kecelakaan
JSA membantu investigasi kecelakaan melalui tiga cara; Memberikan wawasan mengenai bagaimana kecelakaan mungkin terjadi; Mengidentifikasi bahaya baru yang terabaikan pada JSA sebelumnya; Update JSA dan meningkatkan praktek kerja selamat.
5. Follow-up dan Review Job Safety Analysis
Adalah penting untuk membangun tidak lanjut dan proses review untuk pemantauan efektifitas tindakan pencegahan dan pengendalian yang diimplementasikan oleh JSA. Hal ini dilakukan untuk:
- Memastikan bahaya baru tidak terbentuk
- Mencari umpan balik dari pekerja yang melaksanakan pekerjaan
- Memastikan pekerja mengikuti prosedur dan praktek yang dibutuhkan dari JSA
- Menilai kebutuhan untuk pengulangan JSA
- Mengimplementasikan perubahan berkelanjutan.
Review berkala sangat berguna untuk memastikan komponen JSA tetap saat ini dan fungsional, sehingga karyawan mengikuti prosedur dan praktek seperti yang direkomendasikan oleh JSA. Pengulangan pembuatan JSA dibutuhkan ketika:
- Pekerjaan baru terbentuk
- Pekerjaan yang sudah ada berubah
- Peralatan dan proses kerja berubah.
- Keuntungan ekonomi dari pelaksanaan JSA termasuk diantaranya
- Mengurangi biaya langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh kecelakaan
- Meningkatkan kualitas dan produktivitas
- Perbaikan dari moral dan kebanggaan pekerja.
Waktu dan usaha yang terlibat dalam JSA merupakan investasi untuk mengontrol cedera, kerusakan dan kerugian produksi.
Cara Melaksanakan dan Implementasi Analisis Keselamatan Kerja (Job Safety Analysis)
Terdapat tiga belas cara untuk memaksimalkan pelaksanakan dan implementasi JSA. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan yaitu (CCOHS, 2001):
- Libatkan karyawan dalam pelaksanaan, pengembangan dan tinjauan ulang JSA
- Tatapkan hasil JSA yang dilakukan dalam naskah sederhana dan singkat
- Ilustrasikan praktek kerja yang selamat dan APD yang dibutuhkan dalam bentuk gambar maupun narasi yang jelas.
- Tetapkan penanggungjawab pelaksana dan implementasi JSA
- Pelatihan seluruh karyawan terkait manfaat dari pengimplementasian rekomendasi yang dihasilkan dari JSA
- Masukkan JSA kedalam panduan orientasi pekerja baru atau pindahan
- Jelaskan kegunaan dari JSA sebelum pekerja melakukan pekerjaan
- Implementasikan praktek kerja selamat yang direkomendasikan sebagai bagian dari program K3
- Tempatkan JSA pada area kerja yang mudah di akses
- Pelihara dan permudah akses terhadap JSA pada seluruh karyawan.
- Tinjau ulang perubahan JSA secara berkala
- Lakukan penilaian kerja pada seluruh tingkatan keryawan
- Masukkan pelaksanaan JSA dalam inspeksi tempat kerja atau investigasi kecelakaan
Mari baca artikel lain tentang K3: Kunci dari Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang Efektif